Selasa, 27 April 2010

Cerita Nabi Musa AS

NABI MUSA AS YANG TEGAS

Nabi Musa lahir di Mesir. Saat itu raja yang berkuasa sedang memerintahkan pembunuhan terhadap setiap bayi laki-laki, termasuk bayi laki-laki yang baru lahir. Raja Mesir yang bergelar Firaun memang kejam. Ia memerintah Mesir dengan tangan besi. Semua rakyat harus berkorban untuknya. Yang paling mengerikan, ia juga mengaku sebagai tuhan bagi bangsa Mesir.

"Ingat, aku ini raja sekaligus tuhanmu! Kalian harus menaati semua perintahku. Awas, yang membantah akan kuhukum!" katanya berulang kali.

Rakyat Mesir sangat takut pada ancaman-ancaman Firaun, karena ia memang mudah sekali menghukum. Bahkan ia tega membunuh rakyatnya sendiri.

Di antara rakyatnya, terdapat bangsa Israel yang berasal dari Palestina. Mereka inilah yang selalu menjadi sasaran kezaliman Firaun.

Pada saat seperti itu, muncul ramalan: dari bani Israel akan lahir seorang bayi laki-laki yang setelah dewasa kelak akan menghancurkan kerajaan firaun. Betapa marah Firaun mendengar ramalan itu.

"Kalau begitu, mulai saat ini di Mesir tidak boleh ada bayi laki-laki!" tandas Firaun dihadapan bawahan-bawahannya.

"Menyebarlah kalian ke pelosok negeri. Cari setiap bayi laki-laki. Bunuh mereka saat itu juga! Semuanya!" perintah Firaun, kejam.

KELAHIRAN BAYI SUCI

Dari salah satu keluarga bani Israel, ada seorang ibu yang hendak melahirkan. Namanya Yukabad. Ia sangat takut akan melahirkan anak laki-laki.

Ketika saat melahirkan tiba, Yukabad bersembunyi di dalam sebuah kamar tertutup di rumahnya. Waktu bayi yang dikandungnya lahir, alangkah terkejutnya Yukabad. Ia melahirkan bayi laki-laki!

Anak Yukabad ini tampak sehat dan menyenangkan. Tak ada anak Yukabad yang sebagus dan selucu bayi laki-laki ini.

Tetapi ancaman Firaun telah menanti. Setiap bayi laki-laki harus mati!

"Anakku sayang, aku akan menjagamu. Apa pun yang terjadi," tekad Yukabad sambil mendekap anaknya.

Di kamarnya yang gelap dan sempit itu, Yukabad menyusui anaknya. Ia juga terus-menerus berdoa kepada Allah, agar anaknya tidak dibunuh oleh para pengawal Firaun. Demikianlah, setiap hari Yukabad merasa cemas.

Setelah berhari-hari mengurung diri di sudut rumah, datanglah ilham dari Allah. Yukabad mendapat akal untuk meletakkan anaknya di dalam peti dan kemudian menghanyutkannya ke sungai Nil. Allah berjanji pada Yukabad akan mengembalikan bayi itu kepadanya.

"Engkau tak perlu mengkhawatirkan keselamatan bayimu," begitulah bunyi ilham yang sampai pada Yukabad.

Demikianlah, pada suatu hari, dengan sangat hati-hati, Yukabad meletakkan anak yang disayanginya itu ke dalam sebuah peti mungil. Anehnya bayi itu tampak tenang. Ia tidak menangis atau memberontak.

Dengan mengendap-endap, Yukabad berjalan ke tapi sungai. Ia membawa serta anak perempuannya, kakak si bayi.

"Jaga adikmu baik-baik. Kalau terjadi apa-apa, cepat pulang dan beritahu Ibu," bisik Yukabad pada anak perempuannya. Gadis kecil yang sudah menyadari bahaya apa yang mengancam adiknya itu, mengangguk patuh.

Ketika peti bayi itu dihanyutkan, Yukabad merasa amat sedih. Namun ia ingat janji Allah yang akan mengembalikan bayinya itu kepadanya. Cepat-cepat Yukabad berdo'a, "Ya, Allah, selamatkanlah buah hatiku. Selamatkanlah ia, Ya Allah."

Sementara itu peti mungil berisi bayi laki-laki anak Yukabad terus mengapung mengikuti aliran sungai Nil. Dari tepian sungai, kakak perempuan si bayi terus mengikuti dan mengawasinya.

"Adikku sayang, semoga engkau selamat," do'a anak perempuan ini dalam hati.

Tiba-tiba anak itu melihat peti itu mengalir mengikuti alur sungai yang berbelok ke arah istana." Adikku sampai ke istana raja?!" jeritnya dalam hati. Ia tak berani lagi mengikuti jalannya peti. Dari balik semak-semak di kejauhan ia mencoba mengamati apa yang terjadi.

Peti melaju perlahan dan mengapung-apung persis di depan istana. Di sana, istri Firaun sedang beristirahat sambil ditemani dayang-dayangnya.

"Hai, ada peti! Ada peti!" teriak para dayang dan pengawal.

"Coba, bawa ke mari!" perintah istri Firaun.

Betapa terkejutnya mereka ketika melihat isi peti itu. "Bayi?! Alangkah lucunya...," ujar beliau dengan penuh kasih sayang.

"Wah, bayi laki-laki Tuan Putri!" kata seorang dayangnya.

"Biar saja. Akan kuperlihatkan pada suamiku," kata istri Firaun.

Semua dayang dan pengawal terdiam. Mereka merasa ngeri membayangkan apa yang akan terjadi. Tetapi diam-diam mereka juga berharap permaisuri dapat melunakkan hati Firaun sehingga sang raja akan membiarkan bayi itu hidup.

Sementara itu kakak si bayi merasa ketakutan melihat adik bayinya dibawa masuk ke istana. "Ya, Allah, selamatkanlah adikku. Lindungilah ia," katanya sedih.

Di dalam istana, istri Firaun langsung menunjukkan bayi dalam gendongannya. "Lihatlah suamiku. Alangkah tampannya anak ini. Aku ingin menjadikannya sebagai anak angkat," kata istri Firaun bersemangat. Wajahnya berseri-seri dan penuh harap.

Lalu ia ceritakan bagaimana bayi itu terbaring dalam peti dan hanyut sendiri ke istana dibawa arus sungai Nil.

"Jangan-jangan, anak ini yang akan menjadi musuhku," Firaun mulai curiga hatinya.

"Boleh, kan?" sambung istrinya cepat. "Kita besarkan ia. Kita didik ia, sehingga ia akan jadi pangeran yang gagah kelak."

Tiba-tiba Firaun juga merasa jatuh hati. Sejenak dibelainya bayi yang masih merah itu. Akhirnya ia luluskan permintaan istrinya.

Betapa gembira istri raja. Segera saja ia umumkan bayi laki-laki yang kini menjadi anak angkatnya itu. Kemudian raja, permaisuri, serta kalangan istana memilihkan nama Musa bagi bayi kecil yang luci itu.

Kegembiraan di istana telah diketahui kakak Musa. Ia lega adiknya selamat. Segera saja ia berlari pulang mengabarkan semua yang terjadi kepada ibunya.

Yukabad mengucap syukur setinggi-tingginya kepada Allah. Ia tahu, Allah yang mengatur semuanya." Alhamdulillah," Yukabad berulang-ulang memanjatkan rasa syukurnya.

MENCARI IBU SUSUAN

Tak lama kemudian tersiar kabar bahwa permaisuri raja tengah mencari ibu yang dapat menyusui anak angkatnya. Banyak wanita yang didatangkan ke istana, tapi Musa kecil tetap tak mau menyusu. Ia hanya menangis menjerit-jerit. Istri Firaun menjadi panik.

"Cepatlah carikan ibu susu yang cocok!" katanya kepada para pengawal istana yang sedang sibuk mencari orang yang dimaksud.

Kakak Musa yang ditugasi Yukabad untuk sellu mengawasi adiknya dari jauh, melihat semua itu. Serta merta ia menemui pengawal istana. "Saya mengenal seorang ibu susuan yang baik. Ia selalu bersikap penuh kasih sayang pada anak susuannya," segera saja kakak Musa menawarkan ibunya pada mereka.

"Coba saja!" kata orang istana acuh tak acuh.

Tanpa pikir panjang, kakak Musa segera menjemput Yukabad, ibunya. Mereka bergegas berjalan menuju istana. Hati Yukabad berdebar-debar karena takut rahasianya terbongkar.

Setiba di istana, diberikanlah bayi Musa pada Yukabad. Dalam sekejap Musa langsung menyusu kepada ibunya. Semua orang di istana tercengang atas kejadian itu. Raja bahkan menjadi curiga.

"Siapakah engkau ini?" tanya Firaun penuh selidik.

"Hamba ini biasa menyusui bayi-bayi orang lain, Tuanku," sahut Yukabad pelan. Sebenarnya hatinya menjerit, ingin mengatakan bayi yang sedang disusuinya adalah anak kandungnya.

"Para ibu susu itu juga menyusui bayi-bayi lain, tetapi mengapa tak ada yang cocok dengan Musa?" desak Firaun.

Yukabad merasa bingung. Namun ia segera mendapat ilham untuk menjawab. "Banyak bayi yang senang pada saya. Mungkin karena air susu saya bagus," Yukabad mencoba berkilah.

Firaun cukup puas dengan jawaban ibu Musa. Sejak itu, Yukabad menjadi orang kepercayaan istana. Musa dikembalikan kepadanya untuk disusui. Bahkan ia mendapat gaji besar dari permaisuri.

Yukabad kembali memanjatkan rasa syukurnya kepada Allah. Ia menangis menerima karunia Allah yang begitu besar. "Ya, Allah, Engkau pernah berjanji akan mengembalikan anakku. Sungguh Engkau Maha Memenuhi Janji," ujar Yukabad sambil bersujud.

Bulan demi bulan berlalu. Masa Musa menyusu pun berakhir. Bayi ini segera dikembalikan oleh ibu kandungnya ke istana.

Di lingkungan kerajaan, Musa diasuh dan dibesarkan seperti halnya para anak raja. Musa mendapat sajian makanan yang khusus, perlakuan istimewa, dan dibekali berbagai ilmu. Bukan itu saja, penampilan Musa benar-benar seperti pangeran. Badannya gagah. Wajahnya tampan dan bersih. Pakaiannya pun indah.

Karena pengasuhan istri Firaun yang berhati lembut, Musa juga tumbuh sebagai anak yang penyayang. Meskipun menjadi anak angkat raja, Musa sering memperhatikan keperluan orang lain. Musa juga memberi perhatian khusus pada orang-orang tertindas.

TERSERET PERKELAHIAN

Musa tumbuh pesat menjadi remaja yang matang. Penampilan dan tubuhnya tampak lebih dewasa dari usia sebenarnya.

Musa juga mulai mempraktekkan ajaran-ajaran kepemimpinan yang baik yang diajarkan kalangan istana kepadanya. Salah satu hasilnya, Musa senang berjalan ke pelosok-pelosok negeri utnuk melihat kehidupan rakyat Mesir. Biasanya ia dikawal oleh beberapa pengawal istana.

Suatu hari Musa keluar istana seorang diri. Ia ingin memperhatikan keadaan rakyat dengan lebih jelas dan leluasa, tanpa arahan para pengawalnya. Apalagi pada saat itu ia memang sedang ingin melihat kehidupan kaumnya, bani Israel, yang selalu ditindas Firaun.

Ketika berada di sebuah sudut kota, Musa melihat dua orang sedang berkelahi. Tiba-tiba salah seorang dari mereka memanggil-manggil namanya. "Tolonglah aku Musa!" teriak orang itu. "Aku ini orang Israel yang teraniaya. Orang ini hendak membunuhku!"

Musa terkejut. Kemarahannya muncul. Ia teringat kembali pada penderitaan bangsa Israel di Mesir. Segera saja ia datangi kedua orang yang sedang berkelahi itu. Didasari keinginan untuk menolong sesama kaumnya, dengan cepat Musa memukul lawan orang Israel itu, yang ternyata memang orang Mesir.

"Bukkk!" kuat sekali pukulan Musa terdengar, menyebabkan orang Mesir itu langsung jatuh, tak bangun-bangun lagi. Ketika dilihat, ternyata ia sudah meninggal. Musa dan orang Israel itu menjadi ketakutan sekaligus bingung, tak tahu apa yang harus diperbuat.

"Sudah, sebaiknya engkau cepat pergi! ingat, ini rahasia kita berdua," kata Musa pada orang israel yang ditolonglah.

Pada saat itu, selain mereka berdua memang tidak ada orang lain. Sebelum pergi, orang itu mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya pada Musa. "Tanpa pertolonganmu, entah bagaimana nasibku tadi. Orang Mesir memang selalu bersikap zalim pada kita."

Begitu orang Israel itu pergi, Musa terduduk lesu. Ia amat menyesali perbuatannya. "Sungguh, aku tak berniat membunuhnya. Aku hanya ingin memberinya pelajaran," desah Musa sedih.

Dengan penuh penyesalan Musa memohon ampun dan bertobat kepada Allah atas perbuatannya. Musa menangisi kesalahan yang tak disengajanya itu. Allah yang maha pengasih selalu berkenan memberikan ampunan kepada hamba-Nya yang benar-benar bertobat, demikianlah Musa mendapat ampunan.

Kabar kematian orang Mesir itu ternyata cepat menyebar ke segala penjuru. Orang-orang curiga, pembunuhnya pasti orang Israel, tetapi tak ada seorang pun yang tahu siapa dia. Para pejabat istana Mesir sangat penasaran, ingin segera menemukan pembunuhnya.

"Pelakunya harus dihukum berat!" kata seorang pejabat, tegas.

"Ia harus dihukum mati!" sambung yang lain dengan nada geram.

Musa sendiri berpura-pura tidak tahu masalah yang sedang diperbincangkan itu. Namun karena di istana, bahkan di mana-mana semua orang membicarakannya, lama-kelamaan hati Musa cemas juga. Ia berulang kali mohon perlindungan Allah.

Suatu hari ia berjalan keluar istana lagi. Ia mencoba menenangkan diri dengan pergi ke daerah yang sepi. Di tengah jalan ternyata Musa bertemu lagi dengan orang Israel yang pernah ditolongnya. Lagi-lagi orang itu sedang berkelahi!

"Musa, tolong! Orang Mesir ini hendak membunuhku!" teriak orang Israel itu mengiba-iba.

Musa tiba-tiba merasa muak dan geram. "Ternyata engkau memang suka bikin masalah," hardiknya pada orang Israel itu. Dengan langkah lebar ia bergegas mendatangi orang Israel itu. Melihat gelagat ini, orang Israel itu menjadi ketakutan. Ia tahu Musa marah besar kepadanya

"Apakah engkau hendak membunuhku seperti yang telah engkau lakukan pada orang Mesir itu?" teriaknya tiba-tiba.

Sudah pasti teriakan orang Israel ini terdengar oleh lawannya dan beberapa orang lain yang sedang berada di sana. Tak syak lagi, pecahlah kegemparan! Bahkan dengan cepat tersiar berita bahwa Musa-lah, anak angkat Firaun, pembunuh orang Mesir itu.

Musa sangat kecewa pada orang dari kaumnya itu. Tetapi nasi telah menjadi bubur. Rahasianya sudah terbongkar.

Sejak kejadian tersebut, Musa sering menyendiri. Sementara orang-orang mejadi ragu, dapatkah anak angkat raja dihukum?

Pada suatu hari, seorang laki-laki mendatangi Musa dengan langkah terburu-buru. "Musa, cepat pergi dari sini! Para pejabat istana berniat membunuhmu!" seru laki-laki itu terengah-engah. "Tinggalkan Mesir sekarang juga!"

Musa terperanjat. Ternyata kalangan istana tak peduli lagi meskipun ia anak angkat Firaun. Musa segera berkemas dan bersiap-siap pergi. "Ya, Allah, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim," do'a Musa dengan khusyuk.

Ketika malam tiba, ia menyelinap meninggalkan istana untuk pergi sejauh mungkin dari Mesir. Ia sering menengok ke belakang; ingin tahu apakan ada orang-orang Mesir yang mengejarnya. Alhamdulillah, tak tampak seorangpun di belakang sana. Musa amat bersyukur atas perlindungan Allah kepadanya.

NEGERI MADYAN

Setelah berhari-hari berjalan, Musa tiba di sebuah kota yang bernama Madyan, letaknya di bagian selatan Palestina. Ketika menjejakkan kaki di kota itu, baru Musa merasa lega karena terbebas dari kejaran tentara Mesir.

Bersamaan dengan itu, terasalah letih dan penat yang selama ini tak dihiraukannya. Kulit kakinya melepuh karena telah berjalan cepat tanpa henti. Apalagi di sepanjang jalan cuaca panas dan dingin silih berganti. Akhirnya Musa beristirahat di bawah sebatang pohon yang rindang.

Di depannya banyak orang berkerumun menunggu sesuatu. Tak jauh dari mereka terlihat kumpulan ternak yang sedang digembalakan.

"Oh, rupanya mereka sedang antri untuk mengambil air di sumur," gumam Musa dalam hati.

Orang-orang itu berdesakan untuk mendapatkan bagiannya lebih dulu. Siapa yang kuat, dialah yang menang. Musa melihat para laki-laki yang tubuhnya lebih kecil terhimpit oleh mereka yang bertubuh besar dan kuat

Ketika melayangkan pandangan ke sekelilingnya, Musa melihat dua orang gadis sedang berdiri sambil memperhatikan kerumunan laki-laki di tepi sumur itu dari kejauhan. Musa heran mereka hanya berdiri saja tanpa melakukan sesuatu.

"Kalian sedang apa?" tanya Musa setelah berada di dekat kedua gadis tadi.

"Kami ingin mengambil air untuk ternak kami," jawab salah seorang gadis itu.

"Mengapa tak pergi ke sana?" Musa menunjuk sumur yang dikerumuni banyak orang itu.

"Kami tak berani berdesakan. Kami akan tunggu saja sampai semua laki-laki itu pergi," jawab gadis itu lagi.

"Apakah di rumah kalian tak ada laki-laki yang bisa mengambilkan air?" tanya Musa lagi penasaran.

"Ada, Ayak kami. Tetapi beliau sudah sangat tua," sahut gadis itu dengan nada sedih.

Mendengar hal itu, Musa tiba-tiba merasa iba pada mereka. Tanpa mempedulikan keletihannya, ia segera beranjak untuk menolong kedua gadis tersebut. Setiba di dekat sumur, Musa langsung masuk ke dalam kerumunan. Tubuhnya yang tegap dan amat kuat membuat orang-orang lain menyingkir. Musa segera mengisi tempat air milik kedua gadis itu sampai penuh.

"Kami sangat berterima kasih kepadamu," kata keduanya. Dengan perasaan amat gembira, kedua gadis itu bergegas pulang.

Musa pun melanjutkan istirahatnya. Dalam keadaan letih dan lapar, Musa berdo'a kepada Allah," Ya, Allah, sesungguhnya aku membutuhkan kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku."

Allah Maha Mengabulkan do'a hamba-Nya yang beriman. Tak lama, datanglah salah seorang gadis yang ditolongnya tadi.

"Ayahku mengundang engkau untuk singgah di rumah kami. Ayah ingin membalas budi baikmu," ujarnya malu-malu.

Musa merasa lega. Untuk sementara ia akan mendapatkan tempat berteduh dan melepas dahaga. Keduanya kemudian berjalan beriringan menuju rumah si gadis.

BERTEMU CALON MERTUA

Ketika tiba di rumah itu, Musa disambut hangat oleh ayah gadis tersebut "Assalamu'alaikum, wahai anak muda," beliau memberi salam sambil memeluk Musa. "Aku sangat berterima kasih atas kebaikanmu menolong anak-anakku."

"Wa'alaikum salam. Bantuan itu tak seberapa." Musa merasa malu atas sambutan berlebihan yang diterimanya. Diam-diam ia sangat terkesan terhadap kebaikan dan keramahan orang tua itu.

"Namaku Syuaib. Siapakah namamu dan dari mana asalmu?" tanya laki-laki tua itu. Beliau memang Nabi Syuaib yang ditugaskan Allah untuk berdakwah di negeri Madyan.

Musa lalu bercerita panjang lebar tentang kehidupannya. Ia menceritakan masa kecilnya, mulai saat ia dibesarkan di istana Mesir, sampai kemudian ia menjadi pelarian dari istana.

"Allah telah menyelamatkanmu. Bersyukurlah kepada-Nya. Sekarang insya Allah engkau berada di tempat yang aman, di rumah kami. Engkau boleh tinggal di sini," kata Nabi Syuaib dengan ramah.

Mulai saat itu, Musa tinggal di rumah Nabi Syuaib. Ia bahkan diperlakukan seperti anggota keluarga. Semua orang menyukai Musa. Akhlaknya yang bagus, sifat penolongnya, kasih sayangnya terhadap sesama, semuanya amat membahagiakan keluarga Nabi Syuaib.

Suatu hari, salah seorang putri Nabi Syuaib mengajak ayahnya bicara. "Ayah, tidakkah sebaiknya Musa disuruh bekerja pada kita saja? Ia rajin dan bisa dipercaya, bukan?" kata gadis ini hati-hati.

Nabi Syuaib merasa bahwa anaknya ini diam-diam menyukai Musa. Keesokan harinya, Nabi Syuaib memanggil Musa. Pemuda tegap itu dengan takzim datang menghadap.

"Musa," Nabi Syuaib memulai, "sekarang ini engkau sudah pantas memiliki jodoh. Seandainya engkau kunikahkan dengan anak gadisku yang besar, apakah engkau setuju?"

Musa terkejut mendengar pernyataan Nabi Syuaib. Namun diam-diam hatinya gembira, karena sebenarnya ia juga menyukai gadis itu.

"Saya bersyukur atas kepercayaan ini. Insya Allaj, saya bersedia," jawab Musa sepenuh hati.

Beberapa saat kemudian kedua orang itu mematangkan rencana pernikahan tersebut. "Tetapi saya tidak punya apa-apa untuk mahar," kata Musa dalam pembicaraan itu.

"Engkau boleh mengganti mahar itu dengan masa kerja selama delapan tahun padaku," jawab Nabi Syuaib. "Lagi pula jika engkau tetap tinggal di sini, kalian berdua bisa bekerja sama mengurus usaha kami."

Musa menyetujui gagasan calon mertuanya. Pada masa itu delapan tahun bukanlah waktu yang panjang.

Akhirnya menikahlah kedua pasangan muda itu. Mereka hidup bahagia. Saling mencintai dan saling menghormati. Musa juga belajar banyak dari mertuanya, terutama menyangkut risalah-risalah dari Allah yang harus disampaikan kepada umat.

Bertahun-tahun mereka hidup bersama di Madyan. Akhirnya sampailah pada tahun ke delapan. Musa mendadak ingin menengok tanah kelahirannya, Mesir. Diceritakanlah keinginan tersebut pada istrinya.

"Aku ikut ke mana pun engkau pergi," tegas istri Musa, lembut.

Musa bahagia mendengar kesediaan istrinya. Maklum pergi ke Mesir bukanlah perjalanan yang mudah. Keduanya kemudian menghadap Nabi Syuaib untuk meminta izin. Nabi Syuaib dapat memahami keinginan itu. Sebagai nabi, beliau paham, semua ini tentu kehendak Allah.

"Aku doakan, semoga Allah memberi kalian banyak kebaikan di perjalanan dan di negeri asalmu," sabda Nabi Syuaib.

Setelah itu keduanya berkemas-kemas mempersiapkan perbekalan. Esoknya mereka langsung berangkat menuju Mesir.

MENJADI UTUSAN ALLAH
Hari pertama Musa dan istrinya berjalan ke arah utara. Lembah dan bukit mereka lalui. Akhirnya tibalah mereka di gunung Sinai. Hari sudah malam ketika mereka tiba di sana. Tiba-tiba Musa merasa bingung, ke mana arah yang harus ditempuhnya. Sementara istrinya sudah mulai kelelahan.

"Rasanya kita harus istirahat sekarang," usul istri Musa lemas.

"Baiklah," kata Musa. Pandangannya bergerak ke sekeliling. Segalanya gelap. Mendadak Musa melihat sinar api di lereng sebuah bukit.

"Hai, ada api di sana!" teriak Musa gembira.
"Tinggallah di sini dan jangan ke mana-mana," pesan Musa pada istrinya." Aku akan mengambil api itu. Siapa tahu kita bisa membuat api unggun di sini."

Dengan penuh semangat Musa berjalan cepat ke arah api itu. Ketika tiba di lereng tadi, Musa mendengar suara yang belum pernah ia dengar sebelumnya. "Wahai Musa! Aku adalah Tuhanmu. Sekarang tinggalkanlah alas kakimu. Sesungguhnya engkau berada di lembah suci Thuwa."

Tubu Musa gemetar mendengar suara itu. "Ya, Allah, aku mendengar suara-Mu?" Musa merasa tak percaya.

"Aku telah memilihnmu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan kepadamu," kata suara itu lagi. "Sesungguhnya Aku ini Allah. Tiada Tuhan selain Aku. Maka sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk mengingat-Ku.

Musa tersungkur mendengar firman Allah. Tubuhnya seperti kehilangan tenaga. Ia diangkat menjadi utusan Allah! Di dalam Al Qur'an, peristiwa ini dicatat sebagai wahyu pertama yang diterima Nabi Musa.

Allah kemudian berfirman lagi,"Apakah yang kau pegang dengan tangan kananmu, hai Musa?"

"Tongkat hamba, ya Allah. Hamba bertelekan padanya, dan dengan tongkat ini pula hamba pukul daun-daun untuk kambing gembalaan hamba, juga untuk keperluan lainnya," jawab Nabi Musa.

"Lemparkan tongkat itu, Musa! perintah Allah.

Nabi Musa langsung mengikuti perintah Allah. Ia lemparkan tongkatnya ke tanah. Seketika itu juga, tongkat tadi berubah menjadi seekor ular besar yang menjalar-jalar. Nabi Musa sangat ketakutan melihatnya.

"Peganglah dan jangan engkau takut! Aku akan mengembalikannya ke keadaan semula!" perintah Allah lagi.

Nabi Musa segera memegang kepala ular itu dan tiba-tiba ular besar itu kembali berubah menjadi tongkat

Tidak ada komentar: